Nampak Plt. Kepala Dinas PPKB Dompu, Zulkarnain, S.Sos, M.Ph saat bersama Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN.
Di Jalan Mahoni, Kota Dompu, berdiri satu bangunan yang kini hanya menyisakan dinding hangus dan lantai berdebu. Di sanalah dulu pusat pelayanan keluarga berencana, jantung dari upaya pengendalian penduduk dan penurunan angka stunting berdetak tanpa lelah.
Kini, yang tersisa adalah puing dan kenangan. Namun dari abu kehancuran itu, lahirlah semangat baru. Adalah Zulkarnain, S.Sos, M.Ph seorang birokrat yang lama malang melintang dalam pemerintahan Kabupaten Dompu, yang kini dipercaya sebagai Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB).
Ia datang bukan sebagai penyelamat, melainkan sebagai penggerak. Bukan dengan janji, tapi dengan langkah nyata.
Ketika ditugaskan, ia tidak mewarisi ruang kerja yang nyaman atau arsip program yang rapi. Ia mewarisi kehampaan. DPPKB kehilangan markasnya, peralatannya, dokumentasinya, semuanya dilalap api.
Tapi yang paling berat adalah kehilangan arah di tengah tugas-tugas besar yang tak bisa menunggu. Penurunan stunting, edukasi kesehatan reproduksi hingga penguatan keluarga melalui program KB.
“Saya tidak bisa hanya duduk dan menunggu belas kasih anggaran. Kalau kita tidak jemput bola, siapa lagi yang akan peduli dengan Dompu,” tuturnya.
Maka ia pun melangkah. Tidak hanya menyusun proposal, tidak cukup dengan menelepon pejabat pusat. Ia terbang ke Jakarta, dengan satu tujuan. Membuka pintu yang mungkin masih tertutup.
Zulkarnain datang membawa lebih dari sekadar permintaan dana. Ia membawa narasi. Dimana sebuah dinas yang lumpuh tapi masih hidup. Staf yang tetap bekerja meski tanpa meja. Dan masyarakat Dompu yang tak boleh menunggu lebih lama untuk mendapatkan layanan yang pantas.
Tak disangkanya, pintu itu benar-benar terbuka. Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN menerimanya langsung. “Alhamdulillah, beliau terima dengan hangat,” katanya. “Yang mengejutkan, beliau langsung ingat kejadian di Dompu. ‘Oh, Dompu yang kebakaran kantor itu, ya?’ Itu kalimat yang saya simpan baik-baik,” katanya.
Simpati itu bukan basa-basi. Bagi Zulkarnain, itu adalah sinyal. Bahwa Dompu tidak sendiri. Bahwa pusat tahu dan peduli.
Dalam pertemuan yang berlangsung hangat, Zulkarnain menyerahkan bukan hanya proposal pembangunan ulang kantor, tetapi juga visi besar. Menjadikan DPPKB sebagai motor penggerak keluarga sehat, kuat dan berdaya di Dompu. Ia bicara tentang pencegahan stunting dari hulu, pemberdayaan remaja hingga membangun budaya keluarga yang siap menghadapi tantangan zaman.
Namun semua itu membutuhkan satu hal sederhana yang kerap disepelekan. Tempat untuk berpijak. “Kantor itu bukan hanya bangunan. Itu pusat peradaban kecil, tempat ide-ide besar disusun dan dijalankan,” ucapnya pelan.
Sepulang dari Jakarta, tak ada pesta, tak ada gegap gempita. Zulkarnain tahu, perjuangan baru saja dimulai. Tapi ada secercah harapan. Usulan pembangunan kantor baru mulai masuk dalam radar anggaran tahun 2026. Bukan janji, tapi permulaan.
Di tengah kesibukan memperbaiki ritme kerja internal, ia juga memelihara semangat orang-orang di sekitarnya. Pertemuan demi pertemuan digelar, sinergi dibangun, kerja kolektif dijaga. “Kita tidak boleh menyerah pada keadaan. Kita harus bangkit untuk mewujudkan Dompu Maju sesuai dengan visi pemimpin Bumi Nggahi Rawi Pahu,” ujarnya.
Tulisan ini bukan hanya tentang seorang Zulkarnain. Ini adalah bagaimana satu institusi bangkit dari titik nol. Dimana wajah birokrasi yang tidak tinggal diam di tengah krisis. Paling utama adalah cara seorang pemimpin menunjukkan bahwa jabatan adalah tanggung jawab, bukan hanya tanda pangkat.
Suatu hari nanti, jika gedung DPPKB yang baru berdiri megah, barangkali tak banyak yang tahu bahwa di balik tembok-tembok barunya pernah ada cerita tentang abu, keputusasaan dan tekad.
Tapi sejarah akan mengingat bahwa pada tahun 2025, dari reruntuhan, seorang pelaksana tugas memilih untuk berdiri dan melangkah. (Saudi)
1,042 total views, 1 views today